Abstract
Masyarakat saat ini sudah semakin cosmopolitan, dimana orang-orang dari berbagai macam daerah dapat terhubung dan membuat komunitas bersama tanpa terhalang oleh batas geografi, waktu, dan berbagai keragaman yang ada (diversity). Tidak hanya membangun komunitas saja, mereka juga bisa membuat sebuah gerakan bersama untuk mengangkat sebuah isu tertentu dalam ranah online maupun offline. Kekerasan pada wanita adalah isu yang penting untuk disuarakan agar masyarakat semakin aware terhadap hal ini. Salah satu kampanye yang mengangkat isu kekerasan terhadap wanita adalah kampanye #GerakBersama. Kampanye ini juga mengusung sebuah konsep yang ditawarkan oleh Henry Jenkins yaitu participatory culture. Menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode studi kasus, penelitian bertujuan untuk dapat memberikan gambaran tentang bagaimana digital conversation serta proses participatory culture yang terjadi pada komunitas di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan percakapan digital dalam Kampanye #GerakBersama dipicu oleh kontenkonten yang dibagikan oleh inisiator berupa organisasi atau komunitas. Namun sebagian besar yang membagikan konten maupun hashtag adalah organisasi dan bukan individu. Sehingga percakapan digital yang terjadi lebih banyak satu arah, belum terjadi engagement dua arah. Pada kampanye #GerakBersama, proses pembentukan participatory culture dimulai dari adanya masyarakat yang memiliki satu concern yang sama yaitu adanya perasaan muak terhadap kekerasan pada perempuan. Adanya kesamaan ini juga diperkuat dengan karakteristik new media, yang memudahkan pengguna untuk saling berbagi, sehingga terciptalah participatory culture.