Abstract
Menurut peraturan undang-undang Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak atas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tahun Ketenagakerjaan, misalnya, mengatur tentang peraturan jam kerja dan lembur, istirahat dan cuti, dan hak-hak karyawan. Riset ini hendak berfokus pada dua pasal dalam UU itu: Pasal 86 (hak perlindungan kerja berupa keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai-nilai agama) dan Pasal 99 (Hak mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja, dalam hal ini BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan). Bahkan, hak-hak pekerja film sudah dijamin oleh Pemerintah lewat UU Film 2009 Namun, sepertinya tak ada implentasinya dalam industri perfilman nasional hingga hari ini. Dengan mewawancarai para produser film, pembuat kebijakan (Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Industri, Badan Ekonomi Kreatif, Pusbang Film, Badan Perfilman Indonesia), dan asosiasi profesi dan serikat pekerja, riset ini hendak memetakan masalah dengan menjawab mengapa dan bagaimana UU seputar kesehatan dan keselamatan kerja tak kunjung teraplikasi dalam industri perfilman Indonesia. Riset ini akan memberikan rekomendasi kepada pembuat kebijakan dan produser film seputar implementasi kesehatan dan keselamatan kerja
Keywords
Regulasi film, industri film, K3, BPJS Ketenagakerjaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Kebijakan Film, UU Film