Abstract
Perubahan kurikulum di dunia pendidikan di Indonesia menjadi sesuatu yang biasa. Sudah beberapa kali kurikulum nasional mengalami perubahan. Bahkan masyarakat sering mengatakan sebuah mitos yaitu ganti menteri ganti kurikulum. Pada tahun 2014, menteri M. Nuh yaitu menteri Pendidikan di jaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, memperkenalkan kurikulum baru yaitu Kurikulum 2014. Mulai dijalankan pada tahun ajaran 2014/2015 tepatnya Juli 2014. Namun baru setengah jalan, pelaksanaannya dihentikan karena guru dan perangkat lainnya tidak siap. Akhirnya pada semester kedua, sekolah kembali ke KTSP 2006 yaitu kurikulum yang digunakan sebelumnya. Saat itu bertepatan juga pergantian Presiden Indonesia dan sekaligus mengganti menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sepertinya mitos memang menjadi kenyataan. Pada tahun ajaran 2016/2017, Kurikulum 2013 kembali diwajibkan pada beberapa sekolah pilihan dan dimulai pada kelas 1 dan 4 SD, kelas 1 SMP dan kelas 1 SMA. Menurut pemerintah, kuriukulum 2013 yang saat ini adalah yang sudah direvisi. Akhirnya terpilih beberapa sekolah yang dianggap unggulan untuk menjalankan kuirkulum 2013, salah satunya adalah SDN Babakan 02, Setu, Serpong. Setelah direvisi apakah kemudian implementasinya berjalan lancer? Ternyata berbagai masalah masih ditemukan. Salah satunya adalah pada kesiapan gurunya sendiri dalam mencapai tujuan kompetensi yang termaktub dalam kurikulum 2013. Apakah gurunya siap untuk berbagi peran dalam menjalankan proses belajar mengajar di kelas? Kompetensi komunikasi adalah skill pertama yang ingin dicapai. Selain itu suasana kelas yang interaktif dan kreatif juga menjadi cita-cita dari Kurikulum 2013 ini. Syaratnya adalah dengan memberi kesempatan yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk berinteraksi, mengemukakan pendapat dan mencari informasi dari berbagai sumber. Siswa menjadi pusat dari seluruh kegiatan belajar di kelas. Guru dituntut untuk kreatif dalam memberi stimulus dan memfasilitasi agar siswa dapat berani berbicara, menjawab pertanyaan dan menyatakan pendapat. Tapi di sisi lain, guru pun harus mengurangi porsinya dalam bicara di kelas. Guru harus mengurangi sebagian waktunya di kelas dalam bicara dan diserahkan kepada siswa. iii Sumber informasi pun tidak lagi harus bersumber pada guru semata tetapi dari berbagai sumber. Pada akhirnya guru harus mengurangi kekuasaannya di kelas dan mau berbagi dengan siswa. Power distance menjadi rendah di kelas dimana sebelumnya power distance begitu tinggi di kelas-kelas klasikal terutamanya di sekolah negeri. Guru harus berbagi kekuasaan terutama kekuasaan berbicara dan mau menerima pendapat dari siswa. Bahkan bersedia dikritisi jika ternyata siswa mempunyai informasi yang lebih dari guru. Selalu memberi motivasi agar siswa berani berpendapat juga menjadi pekerjaan tambahan untuk guru. Namun sepertinya tidak semua guru siap untuk mengurangi power distance di kelas. Ditambah lagi guru juga belum siap menerapkan metode pengajaran sebagaimana yang diinginkan dari Kurikulum 2013. Sebagaimana yang disampaikan oleh guru-guru kelas 1 SDN Babakan 02, Setu, Serpong, yang menjalankan Kurikulum 2013 karena sekolah tersebut menjadi satu dari dua sekolah di Kecamatan Setu yang dipilih. Meskipun pelatihan sudah diberikan, informasi yang diterima ternyata tidak sama. Belum lagi kendala buku yang selalu datang terlambat. Tetapi karakter utama dari Kurikulum 2013 yaitu pengembangan kemampuan komunikasi dan pendidikan karakter, diketahui oleh para guru. Hanya saja mereka menjalankan metode itu dengan versinya masing-masing. Tidak jarang mereka juga tetap merujuk pada buku-buku dari Kurikulum KTSP 2006 karena pemahaman mereka terhadap inti dari Kurikulum 2013 belum sepenuhnya sesuai harapan. Pada intinya guru-guru tidak keberatan untuk mengurangi kekuasaannya dikelas yaitu dengan memberi kesempatan lebih pada siswa utamanya untuk mengemukakan pendapat. Hanya saja pelaksanaannya masih belum maksimal karena kurangnya informasi mengenai Kurikulum 2013 itu sendiri dan kordinasi antar pemerintah dalam sosialisasi.