Penelitian ini mengkaji konflik Sunni-Syiah di Timur Tengah dan pengaruhnya terhadap politik domestik di Indonesia. Berawal dari keprihatinan tim peneliti terhadap konflik sektarian yang kian meruncing di Indonesia dimulai pada saat pasca tumbangnya orde baru dan masuk era reformasi. Konflik ini ada hubungannya dengan konflik Sunni-Syiah di Timur Tengah yang dimotori Saudi Arabia-Iran. Indonesia dijadikan proxy war atas konflik mereka di Timur Tengah. Awalnya tidak begitu mengkhawatirkan, namun dalam Pemilu (Pemilihan Umum) presiden 2015, konflik sektarian ini mulai dibawa ke ranah politik. Kubu Prabowo Subianto didukung penuh oleh kelompok Sunni radikal, sementara kelompok Joko Widodo lebih plural yang salah satunya didukung oleh kelompok Syiah Indonesia. Ditambah, masuknya tokoh Syiah Indonesia (Ahlul Bait Indonesia) Jalaludin Rahmat menjadi anggota parlemen dari PDI (Partai Demokrasi Indonesia) yang notabene mengusung Jokowi sebagai Presiden. Konflik terus berlanjut dalam setiap Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Banyak politisi menggunakan isu perbedaan madzhab ini sebagai instrumen untuk mendulang suara (menarik perhatian voters Sunni). Hasilnya, strategi ini berhasil. Konflik sektarian ini bahkan mengarah pada persoalan muslim dan non muslim yang berhak menjadi pemimpin di Indonesia. Tujuan dalam penelitian ini, ingin meminimalisir konflik sektarian di Indonesia sehingga terhindar dari perpecahan bangsa dengan cara memberikan seminar tentang topik ini baik di kalangan mahasiswa ataupun di kalangan masyarakat umum dan memasukkan tulisan ini pada jurnal nasional ataupun internasional.

Konflik, Timur tengah, Proxy War

• Ekawati Sudjono, S.S., M.Arts

• Tia Mariatul Kibtiah S. Ag., M.Si

• Amalia Sustikarini.S.Sos, MILP.