Abstract
Tak dapat disangkal bahwa hakikat dunia adalah keberagaman. Salah satu elemen yang membentuk kebhinekaan dunia berasal dari agama/spiritualitas. Namun, hingga milenium ketiga ini, manusia baik secara individu maupun kolektif masih memiliki persoalan dalam menghadapi keberagaman agama. Hal ini terbukti masih terjadinya konflik, diskriminasi, dan kekerasan akibat perbedaan agama. Kondisi ini menggugah pendidikan agama untuk berbuat sesuatu. Selama 22 tahun, pendidikan agama di kampus Binus diselenggarakan dalam model multireligius. Dalam model pembelajaran ini, mahasiswa belajar agama bersama selama satu semester tanpa dipisahkan berdasarkan identitas agama setiap mahasiswa, sebagaimana lazim dalam praktik pendidikan agama di Indonesia pada jenjang pendidikan apapun yang berlangsung dalam model monoreligius. Melalui pembelajaran multiagama, selain sebagai sebuah model pembelajaran berbeda dari kebanyakan perguruan tinggi di Indonesia, mahasiswa Binus diharapkan memiliki karakter inklusif dan kritis sebagai watak yang diperlukan untuk menghormati dan menerima perbedaan agama di Indonesia. Karena itu, penelitian ini ingin memeriksa kedua watak utama tersebut pada mahasiswa Binus kampus Malang yang telah mengikuti mata kuliah Character Building Agama. Tujuannya untuk mengetahui tingkat ketercapaian kedua karakter tersebut dengan menggunakan mixed methodology dalam pendekatan kuantitatif berupa kuesioner dan kualitatif dalam bentuk wawancara mendalam. Hasil riset bermanfaat untuk menyediakan strategi kebijakan menjaga atau meningkatkan kualitas kurikulum pendidikan CB Agama. Adapun tema riset ini sendiri berpijak pada riset Carl Sterkens seorang peneliti aktif dan professor Studi Agama Empiris Universitas Radboud, Belanda yang meneliti dampak pembelajaran interreligius pada jenjang pendidikan dasar di Belanda tahun 2001.
Keywords
pendidikan multiagama, karakter, inklusif, kritis