Abstract
Setiap perancangan kota (Urban Design) harus memperhatikan elemen-elemen perancangan yang ada sehingga nantinya kota tersebut akan mempunyai karakteristik yang jelas. Menurut Hamid Shirvani dalam bukunya Urban Design Process, secara structural, terdapat delapan macam elemen yang membentuk sebuah kota (terutama pusat kota), yakni Tata Guna Lahan (Land Use), Bentuk dan Kelompok Bangunan (Building and Mass Building), Ruang Terbuka (Open Space), Parkir dan Sirkulasi (Parking and Circulation), Tanda-tanda (Signages), Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian Ways), Pendukung Kegiatan (Activity Support), dan Preservasi (Preservation). Elemen pembentuk kota tersebut dianalisa dalam penelitian berdasarkan teori Estetika dalam Desain. Tujuan estetika adalah keindahan, sedangkan tujuan logika adalah kebenaran (Sumardjo, 2000 : 25). Sejak itu istilah estetika dipakai dalam bahasan filsafat mengenai benda-benda seni. Tetapi karena karya seni tidak selalu 'indah' seperti yang dipersoalkan dalam estetika, maka diperlukan suatu bidang khusus yang benar-benar menjawab tentang apa hakekat seni atau arts itu. Dan lahirlah yang dinamakan 'filsafat seni'. Jadi, perbedaan antara estetika dan filsafat seni hanya dalam objek materialnya saja. Estetika mempersoalkan hakekat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni/artefak yang disebut seni (Jacob Sumardjo, 2000 : 25). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa estetika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Sedangkan filsafat seni merupakan bagian dari estetika yang khusus membahas karya seni. Berdasarkan pendapat umum, estetika diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni. Pandangan ini mengandung pengertian yang sempit