Terungkap! Kisah Dibalik Batik Peranakan Cirebon yang Pernah Dilarang
Di pusat Kota Cirebon, di sekitar Pasar Kanoman, ada kisah menarik tentang batik. Batik peranakan Cirebon di Pasar Kanoman ini memiliki sejarah yang penuh perjuangan. Batik ini bukan hanya sekedar kain dengan motif-motif yang indah dan unik saja, tetapi menjadi salah satu warisan seni dan budaya yang masih terkenal hingga saat ini khususnya di kota Cirebon. Goresan canting malam tak sekadar menjadi hiasan di kain. Salah satu produk seni budaya yang berasal dari Desa Trusmi Kabupaten Cirebon adalah kain peranakan.
Uniknya, batik peranakan Cirebon dibuat oleh warga Cirebon namun, hanya membuat peranakan Tionghoa saja. Menurut Gou Yang Giok yang merupakan generasi keempat dari batik peranakan Cirebon mengatakan bahwa batik peranakan inilah menjadi salah satu pengusaha batik peranakan Cirebon yang merupakan hasil dari aktivitas masyarakat masa lalu. Beliau juga mengatakan bahwa batik trusmi dan peranakan sama saja karena kami berasal dari peranakan Tionghoa jadi hanya membuat batik peranakan saja. Beliau juga mengakui bahwa batik peranakan hanya dibuat oleh orang Tionghoa yakni Ayah saya. Pada saat itu, sang Ayah menjadi salah satu pelopor batik peranakan Tionghoa di kota Cirebon.
Beliau mengatakan bahwa dulu, tidak semua orang diizinkan untuk membuat batik apalagi orang Tionghoa. Terlebih lagi jika ingin membuat batik yang bermotif keratonan itu dulu dilarang karena mereka tak ingin busana mereka disamai dengan rakyat jelata. Pada tahun 1934, ayah beliau berhasil mendapatkan izin dari Keraton Kanoman untuk membuat batik dengan motif keratonan. Beliau pun mengatakan tidak tahu pasti mengapa ayahnya dapat diizinkan untuk membuat batik dengan motif keratonan. Disela sang Ayah membuat batik keratonan, ia juga membuat batik yang terinspirasi dari perkawinan Tionghoa dan Sunan Gunung Jati. Dia mengatakan bahwa batik peranakan Cirebon berasal dari batik yang bermotif wadasan atau mega mendung.
Beliau mengatakan bahwa batik peranakan Cirebon telah diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Keluarganya pun sampai sekarang masih aktif membuat dan menjual batik peranakan. Beliau juga menjelaskan bahwa untuk satu batik tulis prosesnya dapat menyentuh 2 bulan hingga satu tahun karena diperlukan ketelitian untuk membuat satu full batik tulis. Jika kita sering menggunakan katun sutera tidak terlalu membudaya karena bahan ini mahal. Beliau juga mengatakan bahwa batik tulis tidak akan murah jika proses pembuatannya benar-benar ekslusif. Harga batik peranakan Cirebon mulai dari 1,5 juta rupiah per kain ukuran 2×25 untuk sarung dan untuk harga kain panjang berukuran 2,5 meter berbeda.
Beliau juga mengatakan beberapa perajin batik tulis bekerja di rumah. Jika ingin membuat batik tulis kami melihat suasana atau emosi perajinnya masing-masing. Kalau sedang dalam keadaan baik mereka akan membuat batik tulis jika tidak baik, mereka tak akan membuat dan kami pun tidak bisa berbuat apa-apa.
Inilah bukti nyata bahwa seni tidak mengenal batas yakni batik peranakan di Pasar Kanoman kota Cirebon. Batik telah ditunjukkan oleh para perajin bahwa inovasi dapat menjadi kekuatan. Dari kisah batik peranakan Cirebon, kita semua patut untuk terus berinovasi dan berkarya.