Tanaman Keladi Tikus (T. Flagelliforme Lodd)
Keladi tikus (T. flagelliforme) termasuk famili Araceae dan tergolong tanaman obat, merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak ditemukan di Pulau Jawa dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-300 m di atas permukaan laut (Essai, 1986). Keladi tikus merupakan tanaman herbal yang memiliki agen detoksifikasi. Tanaman ini ditemukan memiliki potensi untuk obat anti kanker. Bagian tanaman yang mengandung antikanker adalah seluruh bagian tanaman, yaitu akar, batang, daun dan bunga. Keladi tikus (T. flagelliforme) adalah tanaman herbal yang dapat tumbuh hingga 30 cm. Tanaman ini hidup tersebar di Asia terutama di tempat lembab dan gelap (Chan, Koh & Tengku-Muhammad, 2005).
Teknik Kultur Jaringan Keladi Tikus
Kultur jaringan sel tanaman adalah salah cara untuk produksi bibit unggul. Produksi bibit melalui kultur jaringan memiliki keunnggulan yaitu diperoleh bibit yang seragam, lebih cepat, jumlah banyak dan sama dengan induknya dan tidak memerlukan areal yang luas (Wattimena, 1991). Teknologi kultur jaringan pada tanaman keladi tikus sudah banyak dilakukan penelitian untuk produksi bibit melalui kultur jaringan tanaman. Jaringan yang digunakan adalah mata tunas dari diumbi. Menurut Sianipar et al., (2011) menyatakan bahwa sel mata tunas umbi keladi tikus asal bogor dapat diinduksi menjadi sel kalus. Sel kalus yang dihasilkan adalah kalus yang embriogenik. Sel kalus embriogenik yang dihasilkan diregenerasikan menjadi tanaman lengkap (plantlet). Beberapa jenis keladi tikus yaitu asal bogor, Pekalongan dan medan yang sudah berhasil diperbanyak melalui kultur jaringan.
Metode perbanyakan tanaman Keladi tikus umumnya dilakukan secara vegetatif dengan pemisahan anakan/bonggol (Essai, 1986). Mikropropagasi tunas dapat diinduksi dengan pemberian zat pengatur tumbuh yang optimal. Efektivitas zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin eksogen bergantung pada hormon endogen dalam jaringan tanaman. Selanjutnya sitokinin (Benzyl Adenin) umum digunakan dalam proses regenerasi kultur in vitro karena zat pengatur tumbuh ini berfungsi dalam pembelahan sel dan diferensiasi tunas adventif (Bhojwani dan Razdan, 1981). Pada studi ini metode mikropropagasi in vitro melalui single node atau tunas meristem dapat diinduksi multiplikasi tunas. Penambahan zat pengatur tumbuh BAP, IBA dan NAA pada media akan menghasilkan multiplikasi tunas yang optimal.

keladi tikus

Kandungan Senyawa Bioaktif Keladi Tikus
Kandungan senyawa bioaktif pada tanaman keladi tikus yaitu alkaloid, saponin, glikosida (Syahid, 2008), flavonoid, terpenoid, steroid (Nobakht etl al., 2010) dan flavonoid glikosida (Farida et al., 2012). Komponen flavonoid glikosida yang terkandung dalam ekstrak daun tanaman keladi tikus fraksi etil asetat adalah 6-glucosyl apigenine yang dikenal dengan isovitexin. Isovitexin menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dan efek toksik terhadap Artemia salina (Farida et al., 2012). Ekstrak heksan pada tanaman keladi tikus juga memiliki aktivitas toksik pada Artemia salina (Sianipar, Maarisit & Valencia,2013). Akar tanaman keladi tikus mengandung fenilpropanoid glikosida, sterol dan serebrosida yang memiliki aktivitas hepatotoksik (Huang et al., 2004).

Peranan Keladi tikus sebagai obat kanker
Keladi tikus merupakan tanaman obat yang bermanfaat dalam mengobati penyakit kanker diantaranya kanker payudara, usus, kelenjar prostate, hati, leukemia dan leher rahim (Hoesen, 2007; Heyne, 1987).Aktivitas antikanker dari ekstrak keladi tikus pernah diujikan secara in vitro pada dua jenis sel kanker mencit, yaitu P388 lymphocytic leukemia (Choo et al., 2001) dan lymphoid cell line (Neoh, 1992). Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak non polar dari keladi tikus berhasil memperlihatkan aktivitas antiproliferatif yang baik namun senyawa anti-proliferatif tersebut belum diidentifikasi dengan jelas (Neoh, 1992 ; Cho et al., 2001). Aktivitas anti leukemia dari ekstrak diklorometan tanaman keladi tikus diujikan pada T4 lymphoblastoid (CEMss) cell line manusia dan hasilnya mengindikasikan adanya efek anti leukemia yang mampu menunjukkan karakteristik morfologi kematian sel yang khusus dan sesuai dengan apoptosis sel. Analisis Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS) menunjukkan adanya kandungan asam linoleat, asam hexadecanoic dan asam 9-hexadecanoic pada ekstrak diklorometan tanaman keladi tikus (Mohan et al., 2011).
Aktivitas anti kanker pada tanaman keladi tikus diujikan pada sel kanker payuadara manusia t47d untuk melihat kemampuan tanaman keladi tikus sebagai agen kemoterapi untuk kanker payudara dan efeknya jika dikombinasikan dengan tamoxifen (TAM) (Nurrochmad et al., 2011). Tamoxifen merupakan salah satu pengobatan kanker payudara yang cukup efektif namun menunjukkan adanya efek samping berupa peningkatan resiko kanker endometrium (Jones et al., 2012). Studi Nurrochmad et al., (2011) menunjukkan bahwa ekstrak tanaman keladi tikus dapat menstimulasi apoptosis sel lebih baik pada konsentrasi yang rendah. Hasil lain dari studi ini adalah bahwa ekstrak tanaman keladi tikus bekerja lebih efektif dalam menginduksi apoptosis sel tanpa keberadaan TAM. Ekstrak keladi tikus selain itu juga dapat dapat menurunkan efektivitas TAM dalam mengobati kanker payudara jika digunakan secara bersamaan (Nurrochmad et al., 2011). Studi terbaru menunjukkan bahwa ekstrak umbi tanaman keladi tikus fraksi diklorometan berpotensi dalam menghambat poliferiasi sel MCF-7 kanker payudara (Putra et al., 2012).
Peningkatan Kandungan senyawa bioaktif melalui Mutasi
Peningkatan kandungan senyawa bioaktif keladi tikus dapat ditingkatkan melalui induksi kalus yang dimutasi dengan kimiawi dan fisik akan menghasilkan keragaman genetik. Keragaman genetik yang diperoleh dapat meningkatkan kandungan senyawa bioaktif keladi tikus. Klon unggul yang memiliki kandungan senyawa bioaktif yang tinggi dapat melalui kultur jaringan.
Proses mutasi pada tanaman dapat dilakukan untuk meningkatkan variasi genetik tanaman tersebut. Beberapa macam mutagen yang berperan sebagai agen mutasi adalah radiasi (sinar ultraviolet, sinar gamma dan sinar X) dan bahan kimia (asam nitrat dan aminopurin) (Karp, 2008). Radiasi gamma merupakan salah satu jenis mutasi yang paling sering digunakan (Natawijaya et al., 2008). Sinar gamma dapat menyebabkan perubahan genetik melalui induksi mutasi titik pada gen (perubahan nukleotida tunggal) dan aberasi kromosom (delesi, translokasi, insersi) (Van Harten, 1998).Sinar gamma dapat mempengaruhi sel tanaman secara biologisberdasarkan interaksi antara atom dan molekul di dalam sel, khususnya air, untuk memproduksi radikal bebas yang dapat merusak komponen-komponen penting dalam sel tanaman. Radiasi sinar gamma juga mempengaruhi perkembangan dan fungsi plastida, seperti interkonversi pati menjadi gula (Kovács&Keresztes, 2002). Radiasi sinar gamma menyebabkan efek yang bervariasi sesuai dengan dosis pemaparan terhadap tanaman. Biji tanaman yang terekspos radiasi sinar gamma pada dosis rendah 1 – 5 Gy dapat tumbuh secara normal sedangkan jika terekspos pada dosis 50 Gy akan terjadi inhibisi pada pertumbuhan tanaman secara signifikan (Wi et al., 2007).Tanaman in vitro keladi tikus Bogor telah berhasil diradiasi dengan sinar gamma (Sianipar et al., 2013). Studi lebih lanjut menunjukkan tanaman mutan in vitro keladi tikus telah berhasil diregenerasi hingga regenerasi ketiga (MV3).
Perubahan genetik akibat mutasi dapat mengubah morfologi dan metabolisme dari tanaman sehingga menyebabkan terjadinya perubahan kadar metabolit sekunder yang diproduksi oleh tanaman (Kovács&Keresztes, 2002). Mutasi juga menyebabkan terjadinya perubahan gen sehingga akan mempengaruhi protein atau enzim yang diproduksi (Karp, 2008).

Referensi
Bhojwani, SS dan Razdan MK. 1996. Plant Tissue Culture: Theory and Practice, a Revised Edition. Elsevier Science. Amsterdam: 767p.
Choon SL, Rosemal HMHM,Nair NK,Majid MIA, Mansor SM dan Navaratnam. 2008.Typhonium flagelliforme inhibits cancer cell growth in vitro and induces apoptosis: An evalution by the bioactivity guided approach. Journal of Ethnopharmacology 118 : 14-20.
Essai. 1986. Medicinal herbs index in Indonesia. PT Essai indonesia. 357 hal
Farida, Y., Wahyudi, P.S., Wahono, S., & Hanafi, M. 2012. Flavonoid glycoside from the ethyl acetate extraction of Keladi Tikus Typhonium flagelliforme (Lodd.) blume leaves. Asian Journal of Natural & Applied Sciences 1 (4): 16-21.
Heyne. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid I. Jakarta. 502 hal
Hoesen DSH. 2007. Pertumbuhan dan perkembangan tunas Typhonium secara in vitro. Berita Biologi. 8(5): 413-422.
Huang, P.G., Karaguanus & Waterman, P.G. 2004. Chemical constituents from Typhonium flagelliforme. Zhongyaocai, 27:173-175.
Karp, G. 2008. Cell and Molecular Biology – Concept and Experiment 5th Edition. USA : John Wiley & Sons, Inc.
Kovacs, E. & Keresztes, A. 2002. Effect of gamma and UV-B/C radiation on plant cells. Micron. 33 : 199-210.
Lai KC, Wan YK and Tengku-Muhammad TS. 2005. Comparison of cytotoxic between in vitro and field plants of Thyphonium flagelliforme (Lodd.) Blume. Journal of plant biology. 48(1) : 25 -31.
Lai, C.S., Mas, R.H.M.H., Nair, N.K., Majid, M.I.A., Mansor, S.M. & Navaratnam, V. 2008. Typhonium flagelliforme inhibits cancer cell growth in vitro and induces apoptosis: An evaluation by the bioactivity guided approach. Journal of Ethnopharmacology, 118:14-20.
Mohan, S., Bustamam, A., Ibrahim, S., Al-Zubairi, A., Aspollah, M., Abdullah, R. & Elhassan, M.M. 2011. In vitro ultramorphological assessment of apoptosis on CEMss induced by linoleic acid-rich fraction from Typhonium flagelliforme tuber. Evidence-based Compelementary and Alternative Medicine 2011: 421894.
Nobakht, G. M., Kadir, M. A., dan Stanslas, J. 2009. In vitro Mass Propagation of Typhonium flagelliforme as Affected by Plant Growth Regulators. African Journal of Biotechnology 8: 6840—6843.
Nurrochmad A, Lukitaningsih E, Meiyanto E. 2011. Anticancer Activity of Rodent Tuber (Typhonium flagelliforme (lodd.) Blume on Human Breast Cancer T47D Cells. International Journal of Phytomedicine 2: 138-146.
Putra, A., Tjahjono, & Winarto. 2012. Efektivitas ekstrak umbi Typhonium flagelliforme fraksi diklorometanolik dalam menghambat proliferasi sel MCF-7 kanker payudara. J Indon Med Assoc 62(1): 10-15.
Sianipar NF, Rustikawati, Maarisit W, Wantho A, Sidabutar DNR. 2011. Embryogenic calli induction, proliferation and regeneration of rodent tuber plant (Thyphonium flagelliforme Lodd) by single node culture. Proceeding International Conference on Biological Science BIO-UGM. 23-24 Sept 2011.
Sianipar NF, Rustikawati, Maarisit W, Wantho A, Sidabutar DNR. 2011. Embryogenic calli induction, proliferation and regeneration of rodent tuber plant (Thyphonium flagelliforme Lodd) by single node culture. Proceeding International Conference on Biological Science BIO-UGM. 23-24 Sept 2011.
Syahid, S. F. 2008. Keragaman morfologi, pertumuhan, produksi, mutu dan fitokimia keladi tikus (Typonium flagelliforme Lodd.) Blume asal variasi somaklonal. Jurnal Littri, 14:113-118.
Van Harten AM. 1998. Mutation Breeding. Theory and Practikal Applications. Cambribge Univ. Press. Wong, G., S.P. Chong, C.C tan, and A.C. Soh. 1999. Liquid Suspension culture-A potential technique for mass production of oil palm clones. Palm oil Res. Inst. Of Malaysia. p: 3-10.
Wattimena. 1991. Bioteknologi Tanaman. Tim Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, PAU Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Wi, S.G., Chung, B.Y., Kim, J.S., Kim J.H., Baek, M.H., Lee, J.W. & Kim Y.S. 2007. Effects of gamma irradiation on morphological changes and biological responses in plants. Micron. 38 : 553 – 564.