Peningkatan Kualitas Kesehatan Mental lewat Nostalgia

Kondisi pandemi COVID-19 merupakan kondisi yang baru bagi setiap orang dipenjuru dunia, termasuk di Indonesia. Banyak orang menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk dan diyakini dapat memperburuk kesejahteraan psikologis (Sønderskov, Dinesen, Santini, & Østergaard, 2020).  Pada gelombang ke-1 dan ke-2 pandemi ini, ditemukan fakta bahwa remaja Indonesia memiliki kerentanan secara emosional dan persoalan perilaku (Wiguna, et al., 2020). Dari penelitian tersebut diketahui adanya hubungan antara persoalan emosional yang dialami remaja dengan kondisi kesehatan mental mereka yang tidak baik. Kenyataan ini menunjukkan bahwa situasi atau pengalaman yang sifatnya fisik pun, turut mempengaruhi kondisi mental atau psikologis seseorang. Sehingga pendekatan terhadap kondisi psikologis perlu untuk menjadi perhatian.

Mengupayakan kualitas kesehatan mental yang lebih baik dapat dilakukan melalui penguatan emosi positif seseorang. Salah satu bentuk emosi positif yang relevan dengan konteks kultur Indonesia serta banyak muncul dalam media sosial adalah nostalgia. Nostalgia merupakan emosi yang ambivalen, dimana nostalgia memiliki efek negatif dan positif. Namun, lebih banyak efek positif yang dihasilkan dari nostalgia (Wildschut, Sedikides, Arndt, & Routledge, 2006). Emosi positif yang dihasilkan dari nostalgia, akan membuat seseorang dapat mencapai tingkat kesejahteraan tertinggi yang disebut dengan kesehatan mental positif (Keyes, 2005). Nostalgia sendiri ada kalanya harus distimulus kemunculannya. Beberapa penelitian eksperimen tentang nostalgia, kemunculannya dilakukan melalui pemberian lagu-lagu yang membangkitkan kenanga, tulisan atau surat tertentu, bahkan makanan atau tempat makan tertentu. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Hwang dan Hyun (2012), serta Wildschut, Sedikides, Arndt, dan Routledge (2006).

Nostalgia dalam konstruksi psikologis bukan hanya sebagai suatu kenangan, tetapi juga dianggap sebagai emosi positif, bahkan sebagai emosi sosial positif yang relevan dengan diri kita, dimana memori nostalgia selalu dikelilingi oleh orang – orang terdekat (keluarga dan sahabat) dan peristiwa penting (ulang tahun dan liburan), sehingga nostalgia lebih banyak memunculkan perasaan bahagia daripada kesedihan (Wildschut, Sedikides, Arndt, & Routledge, 2006). Mengapa nostalgia dianggap dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang? Sedikides dan Wildschut (2018) memaparkan bahwa nostalgia menolong individu untuk lebih dapat menemukan makna hidup, melindungi diri dari ancaman psikologis seperti tekanan hidup dalam situasi pandemi, dan berkontribusi pada keseimbangan psikologis. Hal ini sejalan dengan konsep kesehatan mental positif yang berorientasi pada individu berada dalam keadaan sejahtera secara emosional, psikologis dan sosial yang tinggi (Keyes, 2005).

Mencermati kenyataan yang telah dipaparkan di atas, maka Dr. Esther Widhi Andangsari, M.Si., Psi dan Dr. Meilani Dhammayanti, S.Sos., M.Si., sebagai anggota dari RIG CrossCultural Communication melakukan Penelitian Internasional BINUS 2021. Kedua anggota RIG CC ini   bersama dengan dua peneliti dari Jurusan Psikologi BINUS (Dr. Rani Agias Fitri, M.Si., Psi., serta Evi Afifah Hurriyayi, S.Si., M.Si.) meneliti mengenai efek nostalgia dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis manusia. Penelitian ini turut menggandeng mitra dari universitas luar negeri yaitu University of Malyasia, Sarawak (UNIMAS) yang diwakilkan oleh Dr. Ida Juliana Hutasuhut. Salah satu hasil dari Penelitian ini yang telah dipresentasikan pada The 3rd ICOBAR 2021 menunjukkan bahwa Nostalgia dapat berperan dalam memprediksi kesehatan mental psitif walaupun orang tersebut mengalami kondisi psikologis yang negative seperti kesepian. Orang-orang yang mengalami kesepian yang diukur selama masa pandemic ini, tetap dapat memiliki peluang meningkatkan Kesehatan mental positifnya dengan nostalgia. Dimana salah satu trigger nostalgia yang paling mudah saat ini ditemukan adalah melalui penggunaan media sosial. Platform berbasis internet ini memberikan kemudahan bagi penggunanya untuk dapat kembali menikmati foto atau video yang pernah ada sehingga itu dapat memberikan suntikan emosi positif bagi penggunanya.

Hasil lain yang diperoleh bahwa nostalgia pada pengalaman masa kanak-kanak yang kemunculannya diinduksi melalui lagu “Nina Bobo” terbukti dapat memunculkan makna hidup bagi individu. Seperti yang telah dipaparkan di atas, seseorang yang menyadari akan makna hidupnya maka ia memperoleh keseimbangan psikologis. Tentunya ini juga turut mendukung Kesehatan mental yang diperlukan olehnya.

Esther Widhi Andangsari