PENENTU DARI ARSITEK EKOLOGI SOSIAL BUDAYA KOMPETENSI

Keberhasilan suatu proyek di bidang konstruksi berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan ditentukan oleh kompetensi pelaksana proyek, khususnya Arsitek. Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi telah menerapkan konstruksi perencana dan pengawas konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan berlaku untuk 1 orang (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Sertifikasi pada Gedung ini penting dilakukan untuk memberikan jaminan keamanan di masa yang akan datang sehingga kompetensi untuk memperoleh sertifikasi bagi perencana dan pengawas konstruksi adalah sangat penting.

Asosiasi Arsitek Indonesia adalah asosiasi profesi yang terakreditasi di Badan Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional untuk memproses sertifikat keterampilan. Itu Profesi arsitek yang kompeten menjadi penting karena, selain mengikuti aturan, itu juga menerapkan semua perencana Arsitektur wajib memiliki IPTB untuk dapat melaksanakan keluar pekerjaan perencanaan Arsitektur dan mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 2008.

IPTB adalah pengganti Perencana Izin Kerja yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku kecuali penerbitan Perencana Izin Kerja dinyatakan berlaku sampai dengan masa berlaku izinnya habis. Ikatan Arsitek Indonesia pun merumuskan kompetensi yang harus dimiliki dimiliki oleh lulusan bidang arsitektur melalui 13 kompetensi yang telah dimiliki dirancang. Kompetensi ini sesuai dengan konsep realisasi Socio-Eco-Arsitek Budaya. Masalahnya adalah faktor apa yang paling kuat menentukan realisasi kompetensi arsitek Indonesia.

Kompetensi adalah kemampuan untuk menerapkan atau memanfaatkan ilmu dan keterampilan agar mampu selesaikan tugas yang diberikan. Bagi profesi arsitek, kompetensi memegang peranan penting di antara empat hal lainnya yaitu peran, kekuatan, gaya akting dan fokus utama. Kompetensi lulusan Diploma Arsitektur diharapkan mampu mempresentasikan secara teknis ide dengan gambar, model dan membangun pemodelan informasi konstruksi dan arsitektur manual dan digital. Kompetensi Sarjana diharapkan mampu desain di tingkat dasar serta master.

Kompetensi arsitek yang dirumuskan Ikatan Arsitek Indonesia adalah:

1) memiliki kemampuan dalam desain arsitektur; 2) memiliki pengetahuan arsitektur; 3) memiliki pengetahuan dalam seni; 4) mampu merencanakan dan mendesain kota; 5) Mampu membangun harmoni hubungan antara manusia, bangunan dan lingkungan; 6) Memiliki pengetahuan dalam istilah daya dukung lingkungan; 7) Mampu menggambarkan arsitektur di masyarakat; 8) Memiliki kemampuan dalam mempersiapkan karya desain; 9) Mampu membangun makna permasalahan diantara disiplin ilmu; 10) Memiliki pengetahuan yang baik tentang fisika fisik dan bangunan; 11) Memiliki kemampuan untuk bersinergi antara kendala anggaran dan regulasi bangunan; 12) Memiliki pengetahuan industri konstruksi dalam perencanaan dan 13) Memiliki pengetahuan tentang manajemen proyek.

Metode penelitian dengan Neuroresearch sebagai salah satu metode campuran. Neuroresearch adalah dilakukan melalui penelitian eksplorasi (kualitatif) dan eksplanatori (kuantitatif) untuk mengeksplorasi indikator teoritis kompetensi arsitek Indonesia. Pengumpulan data teknik dengan penilaian arsitek di 85 proyek yang dikelola. Wawancara dan observasi tertutup dilakukan dengan berbagai sumber data. Kalibrasi instrumen wawancara dan observasi dilakukan dengan isi validitas.

Kemampuan untuk membangun hubungan yang harmonis antara manusia, bangunan dan Lingkungan hidup merupakan indikator terkuat perwujudan Ekologi Sosial Budaya Indonesia Kompetensi Arsitek. Manusia membentuk ruang sosiokultural melalui kesadaran publik, begitulah harus bisa diinterpretasikan dengan baik oleh arsiteknya. Ini sesuai dengan sebelumnya penelitian tentang ekologi sosiokultural Jakarta yang menghadirkan konsep bangunan yang saling berhubungan dengan kegiatan sosial dan mampu menjaga nilai pusaka yang ada. Peningkatan kompetensi arsitek juga sangat ditentukan oleh Pemahaman arsitek Indonesia tentang fisika bangunan karena memperhatikan energy penting pada bangunan sehingga fisika bangunan merupakan wawasan yang penting karena mampu mengukur kinerja dan berinovasi bangunan dengan baik.

Kemampuan untuk menemukan masalah yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi adalah item paling ampuh untuk meramalkan realisasi Kompetensi Arsitek Indonesia. Konsep, teori dan metode perencanaan baik metode konvensional maupun parametrik perlu dilakukan harus dilakukan dengan hati-hati karena memberikan kontribusi penting bagi arsitek itu sendiri keberhasilan. Peningkatan kompetensi arsitek juga sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam menganalisis kebutuhan spasial dan mengimplementasikannya ke dalam desain dan kemampuan untuk melihat dirinya sebagai arsitek profesional. Ini penting karena pada akhirnya seorang arsitek akan terus menjadi diperlengkapi untuk melayani masyarakat.

Buku Bacaan:

[1] T. Ma, C. Luong, and J. Zuo, “A Study of the Skills of Construction Project Managers in
Australia and Their Needs for Training and Certification,” 2009
[2] G. Muller, “The Role of the Architect in a Turbulent World,” 2018. [Online]. Available:
www.gaudisite.nl
[3] Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, no. 1.
1999, pp. 1–49
[4] R. Zakaria, A. I. C. Ani, and A. S. Ali, “Certificate Completion And Compliance ( CCC ) For
Building Certification In Malaysia : Literature Review,” MATEC Web Conf., vol. 15, no.
01021, pp. 1–6, 2014
[5] A. S. Mutaqi, “Architecture Studio Learning : Strategy to Achieve Architects Competence,”
SHS Web Conf., vol. 41, no. 04004, pp. 1–8, 2018
[6] T. Besker, R. Olsson, and K. Pessi, “The Enterprise Architect profession : An empirical
study,” ECIME2015-9th Eur. Conf. IS Manag. Eval. ECIME 2015, pp. 21–22, 2015
[7] T. McDermott and A. Salado, “Improving the Systems Thinking Skills of the Systems
Architect via Aesthetic Interpretation of Art,” INCOSE Int. Symp., vol. 27, no. 1, pp. 1340–
1354, 2017
[8] U. Iyer-Raniga and T. Dalton, “Challenges in Aligning the Architecture Profession in
Indonesia for Climate Change and Sustainability,” Procedia Eng., vol. 180, pp. 1733–1743,
2017
[9] I. A. Indonesia, “13 Butir Kompetensi – Sertifikat Keahlian Arsitek IAI.”
[10] Sasmoko and D. Anggriyani, “Neuroresearch (A Model of Research Method),” in Research on
Educational Studies, 2016th ed., A. Khan, M. N. A. Ghafar, A. R. Hamdan, and R. Talib,
Eds. New Delhi: Serial Publications PVT. LTD, 2016, pp. 33–45
[11] Sasmoko and Y. Ying, “Construct Validity in NeuroResearch,” Adv. Sci. Lett., vol. 21, no. 7,
pp. 2438–2441, 2015
[12] Sasmoko, Metode Penelitian Eksplanatori-Konfirmatori (Neuroresearch). Jakarta: Canadian
Psychological Association, 2013 [13] Sasmoko, Y. Indrianti, R. Karsidi, D. Wuisan, and P. Ruliana, “Neuroresearch: Another form
of mixed method,” Int. J. Eng. Technol., vol. 7, no. 2, pp. 134–138, 2018
[14] F. Fios, Sasmoko, and A. A. Gea, “Neuro-Research Method: A Synthesis Between
Hermeneutics and Positivism,” Adv. Sci. Lett., vol. 22, no. 9, pp. 2202–2206, 2016 [15] I. V Portnova and T. V Portnova, “The image of man in the sociocultural space of the present-
day world through the prism of the international festival of schools of art and design,” J. Fundam. Appl. Sci., vol. 426, no. 1–2, pp. v–vi, 2006
[16] S. Wijaksono, Sasmoko, Y. Indrianti, and S. A. Widhoyoko, “Jakarta socio-cultural ecology: a
sustainable architecture concept in urban neighbourhood,” IOP Conf. Ser. Earth Environ.
Sci., vol. 109, pp. 1–9, 2017
[17] H. Hens, Applied Building Physics. 2012
[18] Z. Weng, A. P. Ramallo-González, and D. A. Coley, “A review of the e-learning resources on
building physics for architects,” Energy Procedia, vol. 78, pp. 2590–2595, 2015
[19] S. Y. S. Hussain and I. Said, “Knowledge Integration between Planning and Landscape
Architecture in Contributing to a Better Open Space,” Procedia – Soc. Behav. Sci., vol. 170,
pp. 545–556, 2015 [20] W. Suyoto, A. Indraprastha, and H. W. Purbo, “Parametric Approach as a Tool for Decision-
making in Planning and Design Process. Case study: Office Tower in Kebayoran Lama,”Procedia – Soc. Behav. Sci., vol. 184, no. August 2014, pp. 328–337, 2015
[21] J. Thompson, “Becoming an Architect: Narratives of Architectural Education,” ProQuest Diss.
Theses, p. 359, 2016

Prof.Dr. Ir Sasmoko, M.Pd