MODEL PENGOLAHAN CITRA BERBASIS E-LEARNING UNTUK OTENTIKASI SISWA

E-learning menjadi semakin penting cara belajar dan mengajar dalam beberapa dekade terakhir dan telah menjadi metode pembelajaran yang efisien dan efektif. Meningkatnya jumlah pengguna internet dengan ponsel pintar dan tablet di seluruh dunia telah mendukung penyebaran e-learning, tidak hanya di pendidikan tinggi dan kejuruan pelatihan dan juga di sekolah bahasa baru.

Selain itu, menurut Sahid et al., Learning Sistem Manajemen (LMS) menjadi lebih mudah diakses menyediakan lingkungan belajar virtual. Cepat dan perkembangan teknologi dimana-mana menyebabkan pesatnya pengembangan dan peningkatan LMS. Tavangarian dkk. menyatakan bahwa E-Learning adalah jarak yang terstruktur Sistem pembelajaran selain E-Learning juga menyediakan pengalaman dan pemahaman selama proses pembelajaran individu sehingga mereka memperoleh pengetahuan dan manfaat dari sistem. Sharp dkk. menyatakan bahwa “Untuk merancang sebuah interaktif produk kita perlu memperhatikan pengalaman dari pengguna serta mempertimbangkan keinginan pengguna sehingga kami dapat membuat produk yang mengandung konten yang menarik dan disukai oleh pengguna tanpa mengurangi nilai fungsi dan tujuan produk”. Penggunaan E-Learning merupakan salah satu solusi efektif bagi yang punya ruang dan waktu terbatas tetapi tetap ingin terus belajar. Namun untuk masalah akses masih belum bisa dipastikan kejujurannya karena otentikasi pengguna biasanya hanya menggunakan kredensial masuk. Dengan demikian, peserta didik memiliki kesempatan untuk menipu.

Dalam implementasi E-learning ditemukan beberapa hal kelemahan, diantaranya adalah berkurangnya kontak langsung frekuensi antara sesama peserta didik dan antar peserta didik dengan dosen dan sumber belajar lainnya, sehingga belajar tidak mengalami kesempurnaan dalam semua aspek keduanya kognitif dan non-kognitif. Kelemahannya juga disertai dengan kecurigaan lembaga kepada kejujuran peserta didik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dalam penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah E-Learning model yang mampu menyajikan intensitas dan kapasitas pembelajar sebenarnya melalui dunia maya melalui diri pengolahan citra berbasis penilaian. Pengenalan wajah sistem dilakukan dengan menggunakan webcam selama e-Learning berlangsung tempat. Pengolahan Citra dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengidentifikasi siswa.

Langkah-langkah yang diusulkan dibagi menjadi beberapa bagian: Membuat dataset wajah yang dapat digunakan untuk mengevaluasi yang diberikan algoritma. Selanjutnya dilakukan penyempurnaan menggunakan histogram pemerataan memungkinkan peningkatan yang kuat pada wajah fitur. Selain itu, deskriptor fitur dipilih menggunakan Viola dan Jones. Konten pembelajaran online mengacu pada konten program pembelajaran. Menurut Barker, desain pembelajaran online harus memiliki format kelas yang serupa dalam istilah tentu saja deskripsi, tujuan, konten pembelajaran, tujuan, ruang lingkup dan evaluasi. Media tanpa konten tidak berdaya. Dia kemudian menekankan pesan itu harus disesuaikan dengan metode pengiriman. Beberapa media seperti itu lebih cocok untuk menyampaikan informasi tertentu.

Selanjutnya ia menyarankan agar interaksi dan komunikasi instruktur-ke-siswa dan sebaliknya harus dipertimbangkan dengan cermat dalam mendesain dan mengembangkan konten pembelajaran. Dalam konteks Indonesia, Soekartawi menemukan bahwa permasalahan dalam mendesain, mengembangkan, dan mengelola program pembelajaran online masih ada. Studi empiris oleh Hussein et al. tunjukkan. Desain dan tata letak sistem manajemen e-Learning sangat berpengaruh pada kemampuan siswa. Penerimaan pembelajaran online di dengan demikian konten e-Learning yang dirancang dengan baik dapat mempermudah belajar online dan meningkatkan motivasi dalam untuk menggunakan alat e- Learning. Kami percaya bahwa Negara memotivasi peserta didik melalui penilaian masalah. Itu sangat penting untuk mengembangkan pembelajaran e-learning yang sukses lingkungan, tetapi untuk melakukan ini tidaklah mudah. Maka, kebanyakan penelitian di bidang e-Learning dapat dengan mudah diproses dengan sistem e-Learning.

Hingga saat ini dilihat motivasi dalam e-Learning adalah diajukan sebagai masalah desain. Saat mendesain lingkungan e-Learning yang memotivasi itu penting, mendapatkan motivasi siswa untuk seluruh periode pembelajaran adalah salah satunya tantangan terbesar. Namun, sementara secara tradisional pembelajaran tatap muka dan e-learning sinkron belajar, guru memiliki kontak langsung dengan peserta didik, sehingga menganalisis perilaku peserta didik secara keseluruhan dan karenanya mampu menyimpulkan keadaan motivasi mereka.

Kemampuan untuk berpikir kritis, kreatif, inovatif, keingintahuan, berorientasi iptek dan reflektif akan menjadi pengembangan karakter yang sangat baik. Selain itu, media interaktif harus mampu mentaati aturan gubernur yang meminta aturan dan media interaktif harus disesuaikan dengan kebutuhan pengguna dan juga dapat digunakan sebagai salah satu wadah untuk membuat file iklim budaya yang baik sehingga siswa mampu menyelesaikannya masalah baik secara individu maupun kelompok sehingga bisa membangun kerjasama melalui media.

Pengolahan citra merupakan salah satu bentuk pengolahan sinyal digital dimana input yang digunakan adalah gambar, bisa berupa foto atau video. Sebagian besar teknik pemrosesan gambar melibatkan penanganan gambar sebagai sinyal dua dimensi dan menerapkan standar teknik pemrosesan sinyal untuk itu. Tujuan dari pengolahan citra diperlukan untuk menghasilkan keluaran yang signifikan sesuai dengan kebutuhan spesifik.

Metode penelitian yang digunakan adalah Neuro-Research. Metode ini menyajikan upaya penyatuan antara kuantitatif dan metode kualitatif melalui tiga tahap penelitian. Itu Tahap pertama adalah tahap penelitian eksplorasi yaitu membangun E-Learning Berbasis Pengolahan Citra terjaga. Di Tahap ini juga melibatkan 3 (tiga) orang ahli IT sebagai model persetujuan dengan Teknik Delphi.

Pada tahap awal, proses yang akan dilakukan adalah membangun dataset yang terdiri dari kumpulan foto siswa yang akan digunakan sebagai master dari otentikasi database. Dengan menggunakan kumpulan data ini, pra-langkah pemrosesan untuk memungkinkan peningkatan yang kuat wilayah minat pada gambar. Itu peningkatan menggunakan pendekatan pemerataan histogram dapat meningkatkan fitur wajah.

Deteksi wajah terdiri dari menemukan pola tekstur dalam gambar yang cenderung berupa wajah. Otentikasi wajah Metode harus dilakukan selama e-Learning di mana saja waktu. Dengan demikian, Algoritma otentikasi wajah harus cukup untuk tampil secara real time menggunakan metode Viola & Jones. Fitur utama dari algoritma ini adalah kecepatan pemrosesan wajah (terdeteksi), bahkan pada skala yang berbeda. Menggunakan sub jendela Beragam ukuran yang meluncur melalui imageh dapat meningkatkan fitur wajah.

Deteksi wajah adalah proses mengidentifikasi wajah diambil dari suatu tempat dalam waktu tertentu dengan cara menggali informasi yang diperoleh dari gambar masukan. Langkah selanjutnya Ekstraksi Fitur melibatkan pengambilan wajah dengan fitur yang relevan dari data fitur ini mungkin wajah dari area tertentu, variasi, sudut atau ukuran, yang bisa relevan dengan manusia. Fase ini melibatkan metode perbandingan, algoritma klasifikasi dan pengukuran. Fase ini biasanya menggunakan metode dilakukan di daerah lain yang juga melakukan proses klasifikasi – teknik.

Algoritma yang digunakan dalam pengenalan wajah dan sistem otentikasi menggunakan pencocokan template. Itu Proses pencocokan template menggunakan piksel, sampel, model atau tekstur sebagai pola. Fungsi pengenalan digunakan untuk menghitung perbedaan antara fitur masukan gambar dan template yang disimpan. Dari yang ada database wajah kemudian akan dicocokkan dengan input gambar diperoleh dari webcam saat sistem e-Learning sedang dalam proses. Implementasi model Image Processing di E-Learning digunakan sebagai otentikasi pengguna yang berkelanjutan mengidentifikasi keberadaan peserta didik selama proses e-Learning. Teknologi pengenalan wajah menggunakan pemrosesan gambar beroperasi dengan memindai wajah orang dan mencocokkannya dengan gambar yang disimpan pada database yang ada di sistem.

Berikut tahapan dari Image Processing Model berdasarkan E-Learning setelah pengguna masuk ke Sistem Manajemen Pembelajaran. Sistem akan meminta otentikasi masuk awal selain diminta memasukkan nama pengguna dan kata sandi. Sistem juga meminta pengguna untuk mengaktifkan kamera langsung sehingga sistem dapat memindai dan mendeteksi wajah. Otentikasi berkelanjutan dimulai setelahnya. Itu sistem terus mengotentikasi pengguna secara berkala (2 detik). Setiap saat sistem akan memvalidasi lagi. Langkah pertama yang digunakan adalah metode instalasi, yaitu dengan metode berbasis pengetahuan, metode pembelajaran, metode. Langkah kedua adalah melakukannya beberapa pendekatan untuk model dan menghilangkan wajah gambar secara langsung, mencocokkan grafik elastis, artifisial  jaringan saraf, analisis komponen utama (PCA), dan multiresolusi 21,20.

Perbarui Pendaftaran Templat, Dalam proses ini sistem akan melakukan validasi ulang untuk mengurangi kesalahan dalam deteksi yang disebabkan oleh perubahan pada penerangan. Masuk Kembali Otentikasi ketika sistem menemukan bahwa pengguna tidak lagi di depan layar maka sistem akan masuk kembali ke mode Status Otorisasi. Dalam mode ini sistem akan dikunci dan meminta kembali otentikasi dan deteksi pengguna secara otomatis.

Pemrosesan gambar mencoba mengekstrak informasi dari dunia luar melalui tampilan visualnya. Oleh karena itu informasi harus diberikan pada algoritma pemrosesan dengan perangkat keras input video. Dengan pengembangan model e-Learning dengan menggunakan pengolahan citra diharapkan dapat meningkatkan otentikasi peserta didik dengan cara pembelajaran dengan e-Learning dapat dimaksimalkan.

Buku Bacaan

[1] P. Viola and M. Jones, “Rapid object detection using a boosted
cascade of simple features,” Computer Vision and Pattern
Recognition (CVPR), vol. 1, pp. I—-511—-I—-518, 2001.
[2] B. B. Lockee and B. Gros, “Learning, Design, and Technology,” pp.
1–23, 2017. [Online]. Available:
http://link.springer.com/10.1007/978-3-319-17727-4
[3] D. S. S. Sahid, P. I. Santosa, R. Ferdiana, and E. N. Lukito,
“Evaluation and measurement of Learning Management System
based on user experience,” Engineering Seminar (InAES),
International Annual, pp. 72–77, 2016.
[4] D. Tavangarian, M. E. Leypold, K. No ̈lting, M. Ro ̈ser, and D.
Voigt, “Is e-Learning the Solution for Individual Learning ?”
Electronic Journal of E-learning, vol. 2, pp. 273–280, 2004.
[5] J. L. Moore, C. Dickson-Deane, and K. Galyen, “E-Learning, online
learning, and distance learning environments: Are they the same?”
Internet and Higher Education, vol. 14, no. 2, pp. 129–135, 2011.
[Online].Available: http://dx.doi.org/10.1016/j.iheduc.2010.10.001
[6] H. Sharp, Y. Rogers, and J. Preece, “Interaction design: beyond
human-computer interaction,” Book, vol. 11, p. 773, 2002. [Online].
Available: http://www.id- book.com/secondedition/
[7] T. Kawamata, T. Ishii, S. Fujimori, and T. Akakura, “Stu- dent
authentication by updated facial information with weighting
coefficient in e-Learning,” IEEE Region 10 An- nual International
Conference, Proceedings/TENCON, pp. 551–555, 2017.
[8] H. Lim, S.-G. Lee, and K. Nam, “Validating E-learning fac- tors
affecting training effectiveness,” International Journal of Information
Management, vol. 27, no. 1,pp. 22–35, feb 2007.
[9] A. Barker, “Faculty development for teaching online: ed- ucational
and technological issues.” Journal of continuing education in
nursing, vol. 34, no. 6, pp. 273–278, 2003.
[10] Soekartawi, “Constraints in Implementing ?E-Learning? Using
WebCT: Lessons from the SEAMEO Regional Open Learning
Center,” Malaysian Online Journal of Instructional
Technology (MOJIT), vol. 2, no. 2, pp. 97–105, 2005.
[Online]. Avail- able:http://pppjj.usm.my/mojit/articles/pdf/August05/09-Soekartawi-
Brawijaya.pdf                                                                                                                                         [11] R. Hussein, U. Aditiawarman, and N. Mohamed, “E- learning acceptance in a developing country: a case of theIndonesian Open University,” German e-Science . . . , 2007.
[12] Y. H. Lee, C. Hsiao, and S. H. Purnomo, “An empirical
examination of individual and system characteristics on enhancing
e-learning acceptance,” Australasian Journal of Educational
Technology, vol. 30, no. 5, pp. 562–579, 2014.
[13] N. T. Ramaha, W. Mohd, and F. W. Ismail, “Assessment of
Learner’s Motivation In Web Based E-Learning,” Interna- tional
journal of scientific & engineering research, vol. 3, no. 8, pp. 1–5,
2012.
[14] M. Cocea and S. Weibelzahl, “Motivation Included or Ex- cluded
From E-Learning,” Proceedings of the IADIS Inter- national
Conference Cognition and Exploratory Learning in Digital Age
2006, pp. 1–3, 2006.
[15] I. Ghergulescu and C. Hava Muntean, “Assessment of motivation
in gaming based e-learning,” Proceedings of the IADIS
International Conference on Cognition and Exploratory
Learning in the Digital Age, CELDA 2010, pp. 71–78,
2010. [Online]. Avail- able:
http://www.scopus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0-
84860765764&partnerID=tZOtx3y1
[16] N. Ratnaningsih and H. Patmawati, “DEVELOPING
CHARACTER BASED INTERACTIVE LEARNING ME- DIA
TO FACILITATE STUDENTS ’ SELF-LEARNING OF

 

Prof.Dr. Ir Sasmoko, M.Pd