Kajian Kualitas Guru Dalam Proses Pembelajaran, Student Engagement Dan Subjective Well Being Siswa SMA

  2015 - Penelitian YBHK

Sasmoko, Yasinta Indrianti, Romanus Mudjijana dan Siprianus Tubun

Executive Summary

Kualitas proses pembelajaran turut menentukan kualitas pendidikan, sehingga diperlukan adanya sinergi dari berbagai elemen untuk dapat mencapai standar kualitas sebagaimana telah ditetapkan.Penelitian dilakukan pada beberapa sekolah SMA yang bernaung dibawah sebuah yayasan pendidikan di Jakarta, yaitu Sekolah TI, TII, NN, RS dan MA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Para siswa di beberapa SMA pada sebuah yayasan pendidikan di Jakarta menilai bahwa guru SMA mereka cenderung memiliki kualitas yang sedang dalam proses pembelajaran secara signifikan pada α<0,05. (2) Para siswa di beberapa SMA pada sebuah yayasan pendidikan di Jakarta cenderung kadang-kadang saja mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2) secara signifikan pada α<0,05. (3) Para siswa di beberapa SMA pada sebuah yayasan pendidikan di Jakarta cenderung kadang-kadang saja memiliki Kesejahteraan Subyektif (Subjective Well Being – Y3) secara signifikan pada α<0,05. (4) Kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2) adalah variabel yang menentukan Kesejahteraan Subyektif Siswa (Subjective Well Being – Y3). (5) Jika Sekolah mewujudkan kondisi siswa yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan mencapai keberhasilan (Student Engagement – Y2), maka Kesejahteraan Subyektif Siswa (Subjective Well Being – Y3) akan meningkat 14,277 kali dari kondisi sekarang. (6) Siswa laki-laki dan perempuan di  SMA  sama-sama menilai bahwa para guru di beberapa SMA pada sebuah yayasan pendidikan di Jakarta cenderung memiliki kualitas sedang-sedang saja dalam proses pembelajaran secara signifikan pada α<0,05. (7) Para siswa SMA TI menilai bahwa para gurunya cenderung memiliki kualitas sedang-sedang saja dalam proses pembelajaran, sedang siswa SMA NN menilai kualitas para guru adalah rendah secara signifikan pada α<0,05. (8) Para siswa SMA RS menilai bahwa para gurunya cenderung memiliki kualitas sedang-sedang saja dalam proses pembelajaran, sedang siswa SMA NN menilai kualitas para guru adalah rendah secara signifikan pada α<0,05. (9) Para siswa SMA MA menilai bahwa para gurunya cenderung memiliki kualitas sedang-sedang saja dalam proses pembelajaran, sedang siswa SMA NN menilai kualitas para guru adalah rendah secara signifikan pada α<0,05. (10) Para siswa SMA TII menilai bahwa para gurunya cenderung memiliki kualitas sedang-sedang saja dalam proses pembelajaran, sedang siswa SMA TI menilai kualitas para guru adalah rendah secara signifikan pada α<0,05. (11) Para siswa SMA RS menilai bahwa para gurunya cenderung memiliki kualitas sedang-sedang saja dalam proses pembelajaran, sedang siswa SMA NN menilai kualitas para guru adalah rendah secara signifikan pada α<0,05. (12) Para siswa SMA RS menilai bahwa para gurunya cenderung memiliki kualitas sedang-sedang saja dalam proses pembelajaran, sedang siswa SMA TI menilai kualitas para guru adalah rendah secara signifikan pada α<0,05. (13) Siswa kelas 1, 2 dan 3 di lingkungan seluruh SMA di bawah naungan yayasan pendidikan di Jakarta sama-sama menilai bahwa para guru SMA di lingkungan beberapa sekolah tersebut cenderung memiliki kualitas sedang-sedang saja dalam proses pembelajaran secara signifikan pada α<0,05. (14) Para siswa  di beberapa SMA pada sebuah yayasan pendidikan di Jakarta yang berjenis kelamin Perempuan cenderung kadang-kadang saja mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2), sedang yang laki-laki tidak secara signifikan pada α<0,05. (15) Para Siswa SMA NN cenderung kadang-kadang saja mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2), sedang SMA TI tidak mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2) secara signifikan pada α<0,05. (16) Para Siswa SMA TII cenderung kadang-kadang saja mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2), sedang SMA TI tidak mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2) secara signifikan pada α<0,05. (17) Para Siswa SMA TII cenderung kadang-kadang saja mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2), sedang SMA MA tidak mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2) secara signifikan pada α<0,05. (18) Para Siswa SMA RS cenderung kadang-kadang saja mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2), sedang SMA NN tidak mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2) secara signifikan pada α<0,05. (19) Para Siswa SMA RS cenderung kadang-kadang saja mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2), sedang SMA TI tidak mengalami kondisi yang menyatu antara “Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan” untuk Belajar dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran (Student Engagement – Y2) secara signifikan pada α<0,05. (20) Siswa laki-laki dan perempuan di beberapa SMA pada sebuah yayasan pendidikan di Jakarta sama-sama cenderung kadang-kadang saja memiliki Kesejahteraan Subyektif Siswa (Subjective Well Being – Y3) secara signifikan pada α<0,05. (21) Para Siswa SMA NN cenderung kadang-kadang saja memiliki Kesejahteraan Subyektif Siswa (Subjective Well Being – Y3), sedang SMA TI tidak memiliki Kesejahteraan Subyektif Siswa (Subjective Well Being – Y3) secara signifikan pada α<0,05. (22) Para Siswa SMA NN cenderung kadang-kadang saja memiliki Kesejahteraan Subyektif Siswa (Subjective Well Being – Y3), sedang SMA MA tidak memiliki Kesejahteraan Subyektif Siswa (Subjective Well Being – Y3) secara signifikan pada α<0,05. (23) Perlu dibuat kebijakan agar dapat mencapai kondisi “terwujudnya kesatuan kondisi antara Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan siswa untuk Berpartisipasi dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran guna terbangunnya iklim akademik sekolah-sekolah para siswa di beberapa SMA pada sebuah yayasan pendidikan di Jakarta sehingga dapat membangun Kesejahteraan Subyektif dari Siswa di lingkungan YBHK”.

Implikasi penelitian:

Penyusunan kebijakan perlu dilakukan melalui beberapa strategi Terciptanya transformasi pendidikan kearah pendidikan holistik yang mampu menggerakkan siswa dan komponen pendidikan lainnya agar tercipta Kemauan-Kebutuhan-Keinginan-Dorongan untuk Berpartisipasi dan Berhasil dalam Proses Pembelajaran.

Adapun upaya mencapai strategi :

  1. Melakukan sosialisasi dan implementasi secara intensif core value yayasan sehingga dapat membentuk budaya organisasi yang mampu mengubah paradigma berpikir guru.
  2. Memberikan pembekalan hardskill bagi guru dan staff kependidikan berkaitan dengan kompetensi di dalam pengelolaan pendidikan.
  3. Memberikan pembekalan softskill dan program pengembangan bagi guru, staff kependidikan, siswa bahkan orangtua siswa agar terjalin sinergi secara utuh sebagai salah satu sarana pembentukan karakter.
  4. Menerapkan quality assurance sehingga dapat terus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan sehingga dapat senantiasa menjaga kualitas penyelenggaraan pendidikan secara menyeluruh
Keyword
Research Status
Completed Research
Researcher(s)