Memotret Harmonisasi Antaretnis

Tangerang merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang memiliki banyak keunikan. Salah satunya yaitu pembauran antar etnis yang berjalan dengan harmonis antara etnis Melayu, Jawa, Sunda, dan Cina.

“Di Tangerang, komunitas etnis Cina yang dikenal dengan sebutan Cina Benteng mampu berbaur dengan penduduk,” ujar Dr. Ulani Yunus, M.M. salah seorang peneliti dari Binus University, praktisi Cultural Communication, dan RIG Leader Cross-Cultural Communication, Binus University, Jakarta melalui rilis yang diterima galamedianews.com, Rabu (3/4/2019).

Menurutnya, berdasarkan sejarah, etnis Cina telah ada di Kota Tangerang pada tahun 1400-an, dan kini hampir seperempat dari keseluruhan penduduk Kota Tangerang didominasi oleh keturunan etnis ini.

“Keberadaan etnis Tionghoa telah mewarnai kebudayaan setempat. Terlihat dari gaya bicara,  kuliner, tempat ibadah, dan budaya lainnya,” ujarnya.

Kendati demikian, lanjut Ulani, keberagaman etnis di Kota Tangerang tidak menjadi pemicu disharmonisasi hidup bermasyarakat. Justru, dengan hadirnya beragam etnis ini, membawa keunikan dan menjadi daya tarik bagi Kota Tangerang.

Keharmonisan dalam keberagaman antar etnis ini, menurut Ulani, dirangkum dan diperlihatkan  dalam buku yang yang ditulis oleh seorang dosen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Tangerang.

“Buku berjudul Sisi Lain Kota Tangerang dan Mozaik Kota Tangerang ini akan diluncurkan pada 7 April 2019 di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jalan Medan Merdeka Selatan 11, Jakarta Pusat,” ujar Ulani yang menjadi pembicara kunci dalam acara tersebut.

Stereotip tidak benar

Sementara sang penulis buku, Dra. Tantry Widiyanarti, M.Si., mengatakan, melalui buku ini dia ingin memperlihatkan kepada pembaca bahwa streotip tentang etnis Cina, khususnya Cina Benteng tidaklah benar.

“Anggapan bahwa etnis Cina itu sebagai etnis yang eksklusif dan sulit berinteraksi dengan penduduk setempat merupakan hal yang keliru. Pada kenyataannya etnis Cina dapat berinteraksi dan bergaul dengan baik dengan masyarakat Tangerang,” ujar Tantry.

Menurutnya, akulturasi dan kohesi sosial di Tangerang terjadi dengan harmonis sehingga masyarakatnya dapat hidup berdampingan secara harmonis.

Dikatakannya pula, melalui bukunya tersebut ia ingin membawa pembacanya melihat keberagaman di Kota Tangerang. Harapannya,  buku ini dapat memotivasi masyarakat untuk saling hidup rukun dan berdampingan dengan orang yang berbeda budaya.

Kedua buku tersebut akan menjadi materi diskusi dari beberapa narasumber, seperti Dr. Munawar Holil. M.A., dosen tetap  FIB UI, Kepala Laboratorium Filologi FIB UI, Diana Anggraeni, M.M.M.Ikom, dosen tetap FIKOM Universitas Pancasila Jakarta, Rully Yose, M.Ikom,  praktisi Desain Komunikasi Visual dan dosen tetap Ikom FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang.

(Sumber: http://www.galamedianews.com/bandung-raya/219249/memotret-harmonisasi-antaretnis.html)